Tuesday, February 7, 2012

Paradigma, Tujuan dan Kurikulum Sistem Pendidikan Islam


Makalah Agama kali ini bertema Paradigma, Tujuan dan Kurikulum Sistem Pendidikan Islam, makalah ini bisa digunakan sebagai contoh pidato, Contoh khutbah jumat, atau sebagai contoh pidato untuk acara apapun bahkan bisa anda gunakan untuk memperdalam ilmu agama anda.
Makalah Agama ini menjelaskan secara singkat tentang Paradigma, Tujuan dan Kurikulum Sistem Pendidikan Islam, bahkan menjelaskan tentang Tsaqâfah Islam, pengaruh Guru dan Evaluasi Pendidikan Islam, hungannya dengan Negara Sebagai Penyelenggara, dana sarana dan prasarana pendidikan islam, bahkan tentang Seputar Perlindungan Hak Cipta.
--------------------------------------------------------------------------------------


Paradigma Sistem Pendidikan Islam


Dalam kerangka membangun kepribadian (character building) dan sikap-mentalitas masyarakat suatu negara, keberadaaan ideologi sebagai asas dan landasan sebagai fakta yang tidak dapat ditolak. Ideologi merupakan way of life; berfungsi sebagai unifying force dan driving integrating motive yang memberikan nilai dasar (basic values) kehidupan masyarakat dan negara.

Sistem pendidikan yang ditegakkan berdasarkan ideologi sekularisme-kapitalisme atau sosialisme-komunisme berkeinginan mewujudkan struktur masyarakat sekular-kapitalis atau sosialis-komunis. Sebaliknya, sistem pendidikan yang berbasiskan ideologi Islam berkehendak untuk membangun struktur masyarakat Islam, yang tentu saja akan berbeda dengan dua sistem ideologi di atas.


Berkenaan dengan hal itu, pemahaman terhadap karakter sebuah ideologi merupakan langkah awal dan mendasar ketika membicarakan sistem pendidikan. Ketidakpahaman terhadap basis sistem pendidikan dan karakteristik manusia yang hendak dibentuknya hanya akan membuat program-program pendidikan sebagai sarana trial and error dan menjadikan peserta didik bagai kelinci percobaan. Dalam masyarakat yang bertumpu pada ideologi sekularisme-kapitalisme, misalnya, sistem pendidikan hanya akan menghasilkan sumberdaya manusia (peserta didik) yang berpikir profit oriented dan menjadi economic animal. Penanaman ideologi sekular (pemisahan agama dan kehidupan) telah mendorong masyarakat mengambil keputusan untuk menyimpan nilai-nilai agamanya dalam suatu benteng yang tidak berjendela dan berpintu. Mereka menutup tempat tersebut dan memandangnya sebagai suatu tradisi yang sudah menjadi endapan dan bagian masa lalu. Manusia mengalami kehampaan nilai dan keterbauran, disfungsionalisasi, ketidakutuhan (desintegratedness), ketelantaran, sekaligus keterpurukan.

Tujuan Pendidikan dalam Islam

Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki:
(1) Kepribadian Islam;
(2) Menguasai pemikiran Islam dengan handal;
(3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK);
(4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.

Pembentukan kepribadian Islam harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu di antaranya adalah dengan menyampaikan pemikiran Islam kepada para siswa. Pada tingkat TK-SD materi kepribadian Islam yang diberikan adalah materi dasar karena mereka berada pada jenjang usia menuju balig. Artinya, mereka lebih banyak diberikan materi yang bersifat pengenalan keimanan.

Barulah setelah mencapai usia baligh, yaitu SMP, SMU, dan PT materi yang diberikan bersifat lanjutan (pembentukan, peningkatan, dan pematangan). Hal ini dimaksudkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatannya dengan syariat islam. Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadaran yang dimilikinya telah berhasil melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari segala tindak kemaksiatan kepada Allah Swt.

Tsaqâfah Islam

Tsaqâfah (pemikiran) Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasarkan akidah Islam yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Muatan inti yang kedua ini diberikan pada seluruh jenjang pendidikan sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan. Pemberian materi tsaqâfah Islam sebagaimana dikemukakan di atas diberikan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan dan daya serap peserta didik dari TK sampai PT.

Kurikulum Pendidikan Islam


Kurikulum dibangun berlandaskan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk memahami tsaqâfah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang besar, tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya. Ilmu-ilmu terapan diajarkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tidak terikat dengan jenjang pendidikan tertentu (formal). Di tingkat perguruan tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Misalnya, materi tentang ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme dapat disampaikan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Materi ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan cacat-celanya dan ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.

Secara struktural, kurikulum pendidikan Islam dijabarkan dalam tiga komponen materi pendidikan utama, yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu:
(1) pembentukan kepribadian Islami);
(2) penguasaan tsaqâfah Islam;
(3) penguasaan ilmu kehidupan (PITEK, keahlian, dan ketrampilan).

Guru dan Evaluasi Pendidikan Islam

Dalam proses pendidikan keberadaan peranan guru menjadi sangat penting; bukan saja sebagai penyampai materi pelajaran (tranfer of knowledge), tetapi sebagai pembimbing dalam memberikan keteladan (uswah) yang baik (transfer of values). Guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesional. Agar profesional, guru harus mendapatkan:
(a) mengayakan guru dari sisi metodologi;
(b) sarana dan prasarana yang memadai;
(c) jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional.


Negara Sebagai Penyelenggara

Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda:

«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).


Dana, Sarana, dan Prasarana

Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya. Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Negara, paling tidak harus:

1. Membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum.

2. Mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan, laboratorium sekolah, beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.

3. Mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan; mendorong para pemilik perpustakaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya para ulama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.

4. Menyediakan sarana pendidikan lain, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan penerbitan yang dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa musti ada izin negara.

5. Mengizinkan masyarakat untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, mengudarakan radio dan televisewalaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran radio dan televisi negara harus berbahasa Arab.

6. Melarang jual-beli dan ekspor-impor buku, majalah, surat kabar yang memuat bacaan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam; termasuk melarang acara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

7. Menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dnegan Islam, lalu dimuat di surat kabar dan majalah.

8. Melarang seluruh surat kabar dan majalah, pemancar radio dan televisi yang sifatnya rutin milik orang asing beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya saja, buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyakini di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.


Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas Baitul Mal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada Ijma Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari Baitul Mal dengan jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian. Begitu pula dengan Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.

Seputar Perlindungan Hak Cipta

Dalam Islam, kepemilikan secara umum diartikan sebagai izin Asy-Syâri‘ (Allah) untuk memanfaatkan barang. Karena itu, hak untuk memiliki sesuatu tidak muncul dari sesuatu itu sendiri atau manfaatnya, tetapi dari izin syariat yang membolehkan seseorang untuk memilikinya sesuai dengan sebab-sebab syar‘î, seperti jual-beli dan hadiah.

Islam telah memberikan kekuasaan kepada individu atas apa yang dimilikinya, yang memungkinkan ia dapat memanfaatkannya sesuai dengan hukum syariat. Islam juga telah mewajibkan negara agar memberikan perlindungan atas kepemilikan individu dan menjatuhkan sanksi bagi setiap orang yang melanggar kepemilikan orang lain.

Mengenai kepemilikan atas pemikiran baru, ada dua jenis dari kepemilikan individu:

(1) Sesuatu yang terindera & teraba, seperti merk dagang dan buku.

(2) Sesuatu yang terindera tetapi tidak teraba, seperti pandangan ilmiah dan pemikiran jenius yang tersimpan dalam otak seorang pakar.

Apabila kepemilikan tersebut berupa kepemilikan jenis pertama, seperti merk dagang yang mubah, seorang individu boleh memilikinya serta memanfaatkannya dengan cara mengusahakan atau menjualbelikannya. Negara wajib menjaga hak individu tersebut, sehingga memungkinkan baginya untuk mengelola dan mencegah orang lain untuk melanggar hak-haknya. Dalam Islam, merk dagang memiliki nilai material, karena keberadaannya sebagai salah satu bentuk perniagaan yang diperbolehkan secara syar‘î. Merk dagang adalah label product yang dibuat oleh pedagang atau industriawan bagi produk-produknya untuk membedakan dengan produk yang lain, yang dapat membantu para pembeli dan konsumen untuk mengenal produknya. Definisi ini tidak mencakup merk-merk dagang yang sudah tidak digunakan lagi. Sebab, nilai merk dagang dihasilkan dari keberadaanya sebagai bagian dari aktivitas perdagangan secara langsung. Seseorang boleh menjual merk dagangnya. Jika ia telah menjual kepada orang lain, manfaat dan pengelolaannya berpindah kepada pemilik baru.

Adapun mengenai kepemilikan fikriyyah, yaitu jenis kepemilikan kedua, seperti pandangan ilmiah atau pemikiran brilian, yang belum ditulis pemiliknya dalam kertas, belum direkamnya dalam disket atau pita kaset, maka semua itu adalah milik individu bagi pemiliknya. Ia boleh menjual atau mengajarkannya kepada orang lain, jika hasil pemikirannya tersebut memiliki nilai menurut pandangan Islam. Jika hal ini dilakukan, orang yang mendapatkannya dengan sebab-sebab syar‘î boleh mengelolanya tanpa terikat dengan pemilik pertama, sesuai dengan hukum-hukum Islam. Hukum ini juga berlaku bagi semua orang yang membeli buku, disket, atau pita kaset yang mengandung materi pemikiran, baik pemikiran ilmiah ataupun sastra; ia berhak untuk membaca dan memanfaatkan informasi-informasi yang ada di dalamnya; ia juga berhak mengelolanya, baik dengan cara menyalin, menjual atau menghadiahkannya. Namun demikian, ia tidak boleh mengatasnamakan (menasabkan) penemuan tersebut pada selain pemiliknya. Sebab, pengatasnamaan kepada selain pemiliknya adalah kedustaan dan penipuan yang diharamkan secara syar‘î. Karena itu, hak perlindungan atas kepemilikan fikriyyah merupakan hak yang bersifat maknawi, yang hak pengatasnamaannya dimiliki oleh pemiliknya. Orang lain boleh memanfaatkannya tanpa seizin dari pemiliknya. Jadi, hak maknawi ini hakikatnya digunakan untuk meraih nilai akhlak.

Karena itu, secara syar‘î tidak boleh ada syarat-syarat hak cetak, menyalin, atau proteksi atas suatu penemuan. Setiap individu berhak atas hal itu (memanfaatkan produk-produk intelektual). Pemikir, ilmuwan, atau penemu suatu program, mereka berhak memiliki pengetahuannya selama pengetahuan tersebut adalah miliknya dan tidak diajarkan kepada orang lain. Adapun setelah mereka memberikan ilmunya kepada orang lain dengan cara mengajarkan, menjualnya, atau dengan cara lain, maka ilmunya tidak lagi menjadi miliknya lagi. Dalam hal ini, kepemilikinnya telah hilang dengan dijualnya ilmu tersebut sehingga mereka tidak berwenang melarang orang lain untuk memanfaatkannya, yaitu setelah ilmu tersebut berpindah kepada orang lain dengan sebab-sebab syar‘î, seperti dengan jual-beli atau yang lainnya.

Paradigma, Tujuan dan Kurikulum Sistem Pendidikan Islam
under arsip copypaste


ada baiknya anda juga membaca

  1. Catatan Kritis Pelaksanaan Hukum di Indonesia, yang tidak memihak pada rakyat kecil 
  2. Makalah Agama: Tidak Ada Paksaan Untuk (Memasuki) Agama (Islam) 
  3. Makalah agama: Metode Islam dalam Menjamin Kesejahteraan untuk semua umat 
  4. contoh pidato khutbah jum'at menyambut maulid nabi Muhammad SAW 
  5. sample speech for the celebration of Valentine's Day of 2012


0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls