Makalah: Memutus Mata Rantai Neo imperialisme di Indonesia
Ucapan terimakasih kepada mtaufiknt, kerena dari beliau sumber makalah tentang Memutus Mata Rantai Neo imperialisme di Indonesia copy paste dapatkan. copy paste sebenarnya tidak paham betul tentang Memutus Mata Rantai Neo imperialisme di Indonesia, tapi copy paste berharap suatu hari makalah tentang Memutus Mata Rantai Neo imperialisme di Indonesia ini bisa bermanfaat entah untuk copy paste sendiri atau pun siapa pun.
berikut ini isi makalah tentang Memutus Mata Rantai Neo imperialisme di Indonesia spesial copy paste persembahkan untuk dunia.
Pendahuluan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, imperialisme adalah sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar. Penjajahan pada hakikatnya adalah penguasaan (dominasi) politik, militer, kultur dan ekonomi terhadap bangsa-bangsa yang terjajah untuk dieksploitasi.
Penjajahan berperan besar dalam membentuk mental dan kognisi publik masyarakat yang terjajah. Sejarah mencatat bahwa selama 433 tahun (1512 M – 1945 M) Nusantara berada dalam cengkeraman penjajah. Namun pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 bangsa ini mulai bangkit untuk melakukan gerakan-gerakan pembebasan. Kini, di awal abad ke-21 masyarakat muslim kembali masuk dalam perangkap hegemoni globalisasi dan dominasi kebijakan politik internasional Barat. Sampai-sampai mantan Presiden BJ. Habibie pada peringatan hari lahirnya Pancasila, 1 Juni 2011 di Gedung DPR/MPR menyatakan: ”Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya adalah pengalihan kekayaan alam suatu negara ke negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus ”membeli jam kerja” bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, ”VOC” dengan baju baru”.
Lalu, mengapa gerakan-gerakan pembebasan tanah air mampu melepaskan diri dari penjajahan militer namun gagal mempertahankan kemerdekaan ekonomi, hak politik dan otentisitas budaya?, mengapa setelah merdeka secara fisik masih mau menjadi epigon-epigon peradaban Barat demi kepentingan ekonomi, politik, keamanan, persenjataan bahkan atas nama modernisasi?. Bagaimana agar kemerdekaan yang sudah diperoleh benar-benar merupakan kemerdekaan hakiki?. Tulisan ini bermaksud menguraikan hal tersebut secara ringkas mengenai penjajahan; akar penjajahan, metode/strategi untuk menjajah, dan bagaimana cara memutus mata rantai penjajahan.
Akar Penjajahan: Ideologi Kapitalisme
Mengapa “VOC dengan baju baru” masih bercokol di Indonesia? hal ini terjadi karena Indonesia mengadopsi sistem yang sengaja dicangkokkan oleh penjajah yakni sistem kapitalisme – sekulerisme. Sistem ini lah yang memberi peluang kepada penjajah untuk mengendalikan suatu negara dengan cara ’legal’ tanpa menduduki negara tersebut secara militer.
Ideologi kapitalisme tegak atas dasar pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), atas dasar landasan berpikir ini, mereka berpendapat bahwa manusia sendirilah yang berhak membuat peraturan hidupnya. Dalam hal penyebarannya, metode yang dijalankan oleh negara-negara kapitalis untuk mengimplementasikan ideologi ini adalah dengan penjajahan. Metode penjajahan ini bersifat tetap dan tidak berubah-ubah meskipun terjadi perubahan rezim-rezim kekuasaan dan pergantian undang-undang.
Penjajahan Gaya Baru di Indonesia
Pada awalnya negara-negara pengemban ideologi kapitalis melakukan penjajahan secara langsung dan terbuka dengan cara menduduki negeri-negeri jajahan mereka secara militer. Paska Perang Dunia (PD) II, Amerika Serikat dan Uni Sovyet muncul sebagai dua adidaya baru menggeser Inggris. Dua negara adi daya baru tersebut mengusung dua ideologi berbeda, yakni Kapitalisme dan Komunisme. Sehingga paska PD II yang terjadi adalah pertarungan kedua ideologi termasuk dalam memperebutkan daerah jajahan.
Menanggapi pertarungan ideologi tersebut, menteri Luar Negeri Amerika saat itu, John Foster Dulles dalam bukunya War and Peace, menyatakan “Sesungguhnya kondisi imperialisme Barat selalu diawasi oleh para pemimpin Uni Sovyet sebagai sebuah titik incaran. Pada titik ini Sovyet bisa melancarkan pukulan mematikan”. Dulles juga menyatakan, “Jika negara-negara Barat mempertahankan daerah-daerah jajahannya dengan cara-cara yang sudah ada, dapat dipastikan terjadinya pemberontakan bersenjata dan Barat pasti kalah. Karena itu, satu-satunya strategi yang mungkin berhasil adalah dengan memberikan kemerdekaan secara damai dan terhormat kepada 700 juta manusia yang berada di bawah kekuasaan penjajahan Barat”
Pernyataan Dulles tersebut menandai perubahan strategi penjajahan Amerika menjadi penjajahan gaya baru tanpa pendudukan militer. Dalam politik neoimperialismenya, Amerika mendorong diberikannya kemerdekaan kepada daerah-daerah jajahan untuk kemudian dijajah dalam bentuk kontrol kebijakan dan sistem. Karena itu tidak aneh jika Amerika turut aktif dalam perundingan-perundingan antara Belanda dengan Indonesia pada masa perang kemerdekaan. Opini catatan sejarah menggambarkan Amerika berjasa terhadap Indonesia dalam meraih kemerdekaan dari Belanda.
Strategi ini juga merupakan jalan bagi Amerika untuk mengusir penjajah lama seperti Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, Portugal, dan Belanda dari wilayah jajahannya dan memasukkannya dalam pengaruh Amerika. Jadi dukungan Amerika terhadap Indonesia pada masa lalu adalah sebuah strategi untuk mengambil alih Indonesia dari Belanda.
1. Penjajahan Ekonomi
Prof. Mubyarto dalam bukunya, Ekonomi Terjajah, menjelaskan bahwa setelah 60 tahun merdeka, kondisi perekonomian rakyat Indonesia tidak banyak berubah; bahkan jika dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda. Secara relatif, PDB perkapita Indonesia cenderung terus merosot. Mubyarto melihat keterjajahan kembali ekonomi Indonesia mewujud dalam bentuk ‘penghisapan ekonomi’ yang sangat tinggi dan penciptaan ketidakadilan sosial. Karena penghisapan tersebut Indonesia tidak akan mungkin menciptakan keadilan sosial melalui strategi pembangunan.
Fenomena penjajahan ekonomi oleh AS yang diistilahkan oleh Mubyarto sebagai “The Global Empire” tidak hanya menimpa Indonesia saja, melainkan melanda hampir seluruh Dunia Islam. Hal ini semakin terkuak setelah muncul buku yang ditulis oleh John Perkins yang berjudul, Confessions of an Economic Hit Man. Buku tersebut membuka rahasia Pemerintah AS yang berani membayar tinggi orang-orang seperti Perkins. Mereka dibayar untuk membuat negara-negara yang kaya sumberdaya alam (SDA) mengambil utang luar negeri sebanyak-banyaknya sampai negara itu tidak mungkin lagi dapat membayar utangnya, kecuali dengan menguras seluruh SDA yang mereka miliki.
Indonesia adalah salah satu contoh negara yang telah sukses masuk dalam jeratan “Global Empire”-nya AS. Apa yang terjadi di Indonesia sangat sesuai dengan paparan Perkins di atas. Indonesia saat ini telah terjerat dalam perangkap utang yang hampir tidak mungkin untuk dibayar. Utang pada akhir pemerintahan Soekarno 2,17 miliar dollar AS, pada akhir pemerintahan Soeharto naik 25 kali lipat menjadi 54 miliar dollar AS, dan pada akhir 2010 angka itu sudah membengkak lebih dari 50 kali lipat menjadi 116 miliar dollar AS. Hingga Agustus 2011 utang Indonesia membengkak lagi mencapai mencapai 128,6 miliar dollar AS.
Untuk membayar utang luar negeri yang jumlahnya sangat besar itu, bahkan membayar bunganya saja di tahun 2011 pemerintah menganggarkan Rp. 116,4 triliun, Indonesia harus menguras cadangan devisa yang ada. Devisa diperoleh dari ekspor, dan ekspor yang diandalkan Indonesia tidak lain adalah ekspor yang berasal dari Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Jika SDA telah tereksploitasi, bahkan sekarang sebagian besar sudah dikuasai asing, eksploitasi yang terjadi berikutnya adalah dalam dunia tenaga kerja/sumberdaya manusia (SDM). Perpaduan antara kemiskinan, melimpahnya SDM dan tingkat pendidikan yang rendah akan menghasilkan nilai upah tenaga kerja yang sangat murah.
Murahnya upah tenaga kerja tersebut benar-benar telah dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan asing yang dikenal sebagai perusahaan multinasional (Multi National Corporations/MNC). Sejak dekade 1960-an, perusahaan-perusahaan tersebut mulai membanjiri negara-negara berkembang dengan dukungan modal besar dan teknologi canggih. Dengan masuknya banyak MNC tersebut, apa yang telah diraih oleh negeri yang ditempati tersebut? Ternyata tidak lebih dari eksploitasi tenaga kerja murah itu sendiri. Tidak lebih dari itu.
Secara umum penjajahan di Indonesia dalam bidang ekonomi dilakukan oleh kreditor internasional (IMF, Bank Dunia, ADB, dll), perusahaan multinasional, serta negara-negara maju yang bermuara pada kepentingan AS dan sekutunya. Liberalisasi ekonomi merupakan ciri khas sistem Kapitalisme. Hanya saja bentuk dan caranya mengalami perkembangan seiring dengan perubahan sistem Kapitalisme dan tarik-menarik kepentingan negara-negara besar, khususnya Amerika Serikat.
AS menyebarkan ide tentang pembangunan ekonomi dan keadilan sosial untuk menggiring negara-negara yang baru merdeka masuk ke dalam cengkeramannya. Inilah bagian dari ekspansi penjajah (imperialist expansion) dalam wujud neoliberalisme dan globalisasi. AS mendorong pembangunan berbasis utang dan investasi asing di Dunia Ketiga. Dengan cara ini, AS menjebak mereka dalam perangkap utang (debt trap). Dengan itu mereka mudah didikte hingga bertekuk-lutut di hadapan negara penjajah itu.
Presiden AS, Richard Nixon, pernah menyebut Indonesia sebagai “hadiah terbesar (the greatest prize)” di wilayah Asia Tenggara. Presiden Lyndon Johnson pun menyatakan kekayaan alam Indonesia yang melimpah menjadi alasan bagi Amerika untuk mendekati dan membantu Indonesia.
2. Penjajahan Politik
Penjajahan politik atas Dunia Islam, termasuk Indonesia, sulit untuk dikatakan tidak ada. Barat menggunakan dua jenis pendekatan dalam melancarkan intervensinya itu. Pertama, pendekatan hard power. Dengan pendekatan ini Barat menjadikan keunggulan teknologi militernya sebagai modal untuk ‘menanamkan investasinya’ di Dunia Islam. Pendekatan hard power inilah yang sebenarnya harus ditafsirkan oleh publik Muslim sebagai bentuk penjajahan meski pemerintahan AS mempropagandakan tindakannya tersebut atas nama war on terror, war againsts terrorism, atau pre-emptive strike (serangan mendahului). Apapun propaganda itu, semangat di balik pendekatan hard power sejatinya tetaplah penjajahan.
Kedua, pendekatan soft power, lebih ditujukan untuk mengubah persepsi Dunia Islam terhadap keyakinannya (baca: ideologi Islam). Clash of civilization yang diakibatkan oleh adanya perbedaan diametral dan asasi antara keyakinan Islam dan Barat dianggap menjadi mitos dan out of date. Jika masih ada ulama yang menyebut Islam sebagai dîn wa dawlah (agama dan negara) maka ia dianggap sebagai sosok yang konservatif, puritan dan tak layak diikuti. Pendekatan soft power tetap bermuara pada intervensi politik Barat atas persepsi Dunia Islam. Tujuannya adalah agar umat Islam menerima secara taken for granted (tawqîfi) apa yang dikehendaki Barat atas mereka. Dengan kalimat lain, Barat memerlukan penerimaan Dunia Islam secara utuh atas upayanya menguasai sumber-sumber ekonomi dunia dan menancapkan ideologi Kapitalismenya secara kukuh.
Intervensi asing sangat terasa dalam kasus separatisme. Dalam kasus separatisme RMS, keterlibatan asing cukup terlihat; mulai dari pengadaan persenjataan yang relatif canggih yang dimiliki RMS hingga kaburnya pemimpin RMS ke Washington DC. Surat 40 anggota kongres Amerika Serikat (AS) yang meminta pembebasan tanpa syarat dua anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) juga merupakan bentuk intervensi.
Disamping itu, dalam mengelola negara, banyak undang-undang yang dibuat karena intervensi atau pesanan asing. Menurut anggota DPR, Eva Kusuma, selama 12 tahun pasca reformasi ada 76 undang-undang yang draftnya dari asing[12]. Disamping itu, tercatat 1800 perda dihapus untuk memuluskan dominasi penjajah dengan mengatasnamakan investasi.
Dalam bidang migas, lahir UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), UU ini semakin membuka kran liberalisasi migas. Pertamina dikebiri, dan perusahaan asing diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengeruk ladang migas Indonesia. Menurut Dr. Kurtubi ”ini merupakan bentuk dari kelanjutan konsensus di zaman penjajahan.”
Dengan berbekal UU tersebut dan UU lain yang serupa, pemerintah telah memprivatisasi 12 BUMN pada periode 1991-2001 dan 10 BUMN pada periode 2001-2006. Pemerintah tahun 2008 melalui Komite Privatisasi BUMN yang diketuai Menko Ekuin Boediono saat itu mengharapkan agar dari 139 BUMN diprivatisasi menjadi 69 BUMN. Karenanya, privatisasi itu akan terus berjalan. Subsidi dicabut; bagian dari agenda penjajahan yang paling nyata adalah pencabutan secara bertahap subsidi BBM yang telah dan akan dilakukan. Juga pencabutan subsidi di bidang pertanian (seperti pencabutan subsidi pupuk), kesehatan, pendidikan, dll. SDA Indonesia dikangkangi asing; di bidang perminyakan, penghasil minyak utama didominasi oleh asing. Diantaranya, Chevron 44%, Pertamina & mitra 16%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%, BP 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1 % lainnya 3% [15]. Di bidang pertambangan, lebih dari 70% dikuasai asing. Asing juga menguasai 50, 6% aset perbankan nasional per Maret 2011. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.
Memutus Mata Rantai Neoimperialisme di Indonesia
Berlangsungnya Neoimperialisme di Indonesia hingga sekarang, merupakan efek dari adanya mata rantai yang saling mengikat dan mengukuhkan kepentingan penjajah. Mata rantai tersebut antara lain
1. Suburnya ide-ide sekuler; ide-ide sekuler adalah ide atau pemahaman yang bersumber dari akidah ideologi Kapitalisme yakni Sekularisme. Keberhasilan penjajahan atas umat Islam adalah menanamkan sekularisme di benak mereka. Akibatnya Islam dijauhkan dari politik dan pemerintahan. Ide-ide sekuler ini meliputi demokrasi dalam sistem politik, nasionalisme dan republik dalam sistem kenegaraan. Ide-ide sekuler inilah yang memalingkan umat dari Islam dan membuat mereka tidak mampu mengindera penjajahan. Justru mereka terpesona dengan peradaban Barat.
2. Agen-agen penjajah; agen penjajah diciptakan untuk menyebarkan ide sekuler dan menjadi kaki tangan yang membuat jalan masuknya kontrol penjajah dalam tubuh pemerintahan. Agen-agen penjajah tidak hanya ada dalam tubuh pemerintahan dan partai politik, tetapi juga dari kalangan intelektual, korporasi, media, LSM, bahkan bisa saja mereka mengaku ulama.
3. Penerapan sistem sekuler; sistem kenegaraan, politik dan pemerintahan yang sekuler (sistem republik dan demokrasi), sistem ekonomi kapitalis, dan sistem hukum dan perundang-undangan sekuler yang diterapkan di Indonesia merupakan langkah praktis dijalankan penjajahan.
4. Penguasa yang korup; pemerintahan yang mengabdi pada kepentingan penjajah tidak akan berjalan jika penguasanya tidak bisa diatur. Untuk itu penjajah sangat berkepentingan mendudukkan penguasa dan elit politik yang korup dalam pemerintahan dan badan legislatif.
5. Keterikatan pada perjanjian dan lembaga internasional; Perjanjian internasional dan lembagai internasional seperti perjanjian WTO, G20, APEC, termasuk IMF, Bank Dunia, dan ADB merupakan sarana penjajahan yang sengaja diciptakan. Perjanjian dan lembaga internasional ini disebut rezim internasional. Melalui rezim internasional kedaulatan sebuah negara bisa ditembus sehingga menerapkan peraturan dan kebijakan yang mengakomodasi kepentingan penjajah.
Membangun Kesadaran Politik Umat
Untuk membebaskan negeri kita dari penjajahan maka tentu saja umat harus dibangunkan pemikirannya sehingga mereka dapat mengindera penjajahan dan memutus ke lima mata rantai penjajahan. Asy-Syeikh Ahmad Aid ‘Athiyyah berkata: “sesungguhnya manusia tidak (akan) berfikir tentang perubahan kecuali jika dia memahami bahwa disana (di dalam kehidupannya) terdapat realitas yang fasid, atau buruk atau minimal tidak sesuai dengan yang seharusnya. Untuk didapatkan pemahaman tersebut (disini) maka adalah suatu keharusan adanya ihsas atas realitas yang fasid tersebut”. Beliau melanjutkan:
“Hanya saja, sekedar sadar terhadap kerusakan atau realitas rusak tidaklah mencukupi untuk melakukan perubahan; akan tetapi –disamping hal itu (kesadaran terhadap realitas rusak)— harus ada kesadaran terhadap realitas pengganti untuk (menggantikan) realitas yang rusak".
Kesadaran politik umat terbentuk jika umat mampu memandang segala sesuatu dari sudut pandang yang khas. Dalam kaitan dengan hal ini, umat harus mendapatkan informasi dan penjelasan tentang ide-ide dan sistem yang rusak dan bertentangan dengan Islam. Umat harus mengetahui konspirasi dan makar penjajah dengan penguasa korup dan agen-agennya di Indonesia. Umat juga harus melihat bagaimana kedaulatan negara runtuh akibat keterikatan Indonesia dengan aturan-aturan dan lembaga keuangan global.
Umat, terlebih politikus yang masih sadar harus bisa melakukan aktivitas politik dengan benar, yakni jika terpenuhi keempat syarat berikut
1. Melakukan monitoring peristiwa/berita/informasi-informasi politik. Kalau Rasulullah saja senantiasa memonitor berita, bahkan menugaskan sahabat untuk mencari berita (semisal Hudzaifah bin Al Yaman), padahal malaikat Jibril biasa memberi informasi kepada beliau tentang makar orang – orang kafir, maka kaum muslimin sekarang hendaknya lebih lagi dalam upaya ini, sehingga makar musuh-musuh Islam bisa terdeteksi lebih awal.
2. Menguraikan merinci dan dan mengkaji peristiwa/berita/informasi-informasi politik yang dia monitoring.
3. Memberikan pendapatnya berkaitan dengan peristiwa/berita/informasi-informasi politik tersebut kepada manusia. Adalah tidak berguna memonitor berita namun tanpa melakukan rincian dan kajian terhadap berita tersebut, atau memonitor dan mengkajinya namun tidak memberikan pendapat/sikapnya terhadap berita tersebut.
4. Haruslah pendapatnya bersumber dari sudut pandang khusus yang berkaitan dengan pandangan hidup, yang dalam hal politik Islam, maka semua pendapatnya bersumber dari ‘aqidah Islam.
Penutup
Indonesia belum benar-benar merdeka, namun masih berada dalam cengkraman penjajahan Barat walaupun dengan baju baru. Mereka senantiasa merancang dan memperbaharui bentuk penjajahan. Jika pada awal Orba penjajahan tersebut diwujudkan dalam “topeng” pembangunan, maka kini penjajahan dibungkus dalam kerangka globalisasi dan liberalisasi; pasar bebas, investasi, privatisasi, termasuk demokratisasi dalam ranah politik, liberalisasi agama dan sosial budaya masyarakat.
Indonesia akan benar-benar merdeka bila mau berusaha melepaskan diri semua mata rantai yang dijadikan alat untuk menjajah, mau mencampakkan sistem hukum yang dicangkokkan penjajah. Sosialisme sudah terbukti runtuh dan menyengsarakan manusia, kapitalisme juga sudah terbukti membuat manusia tak ubahnya seperti binatang yang saling terkam, bahkan lebih rendah dari binatang, manusia yang kering spiritualnya. Tidak ada pilihan lain selain mengadopsi semua hukum Syari’ah yang dilaksanakan secara total dalam sistem khilafah, Rasulullah saw. bersabda:
… وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
… Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah (sebagian diambil, sebagian dibuang), kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad hasan). Allahu Ta’ala A’lam.
------------------------------------------------------------------------------------------
demikian isi lengkap makalah tentang Memutus Mata Rantai Neo imperialisme di Indonesia, jika anda ingin melihat koleksi makalah kami yang lain silahkan klik disini. terimakasih.
- Catatan Kritis Pelaksanaan Hukum di Indonesia, yang tidak memihak pada rakyat kecil
- Makalah Agama: Tidak Ada Paksaan Untuk (Memasuki) Agama (Islam)
- Makalah agama: Metode Islam dalam Menjamin Kesejahteraan untuk semua umat
- contoh pidato khutbah jum'at menyambut maulid nabi Muhammad SAW
- sample speech for the celebration of Valentine's Day of 2012
1 komentar:
solusi untuk meutus mata ranyai intervensi neo imperialisme yaitu GANTI SISTEM GANTI REZIM . . .Ganti Dengan Syariah Dan Khilafah
Post a Comment